Kamis, 25 Oktober 2012

Rakyat TOBASA bernyanyi:" Unang ma tangishon........dst ".

Dalam rangka memperjuangkan hidup dalam kondisi sulit sekarang, rakyat Tobasa umumnya, khususnya rakyat siregar aek nalas kecamatan uluan, yang sekarang dirundung duka akibat penutupan usaha penggalian batu di siregar aek nalas, yang sudah merupakan usaha umtuk cari makan sejak ratusan tahun yang lalu (konon sejak Zaman belanda) dan kini sudah ditutup oleh Pemkab Tobasa bekerja sama dengan dinas kehutanan sumatera Utara, dan telah di Police Line oleh POLRES Tobasa baru-baru ini, dengan alasan termasuk wilayah Hutan Lindung atau sejenisnya) sehingga tidak boleh diusahai karena melanggar undang-undang, sehingga rakyat siregar Aek nals harus gigit jari alias berhenti melakukan aktifitas rutin tersebut untuk mencari makan dan membiayai sekolah anak-anaknya.
Akan tetapi disisi lain, Aktifitas Peroyek Asahan -III yang juga secara jelas juga berada didalam areal Hutan Lindung tidak dipermasalahkan oleh fihak Pemkab Tobasa dan Dinas kehutanan Propsu, apalagi Polres Tobasa juga tidak melakukan tindakan Hukum berupa penyetopan kegiatannya  dengan mem Police line lokasi Asahan -III (yang luasnya diperkirakan 18 ha), walaupun secara tegas Kadis kehutanan Sumut JB Siringo-ringo sudah menyatakan Lokasi Proyek asahan III termasuk Hutan Lindung.
Ada apa ini, kenapa kalau Pengambilan Batu disiregar aek nalas di stop dengan alasan melanggar Hukum, sedangkan Proyek asahan -III dibiarkan tanpa adanya tindakan Hukum walaupun sama-sama mengadakan kegiatan di areal Hutan lindung ?
Apakah karena Penambilan Batu di siregar aek Nalas dilakukan oleh rakyat kecil yang hanya untuk menutupi kebutuhan sehari-hari dan menutupi biaya sekolah anak-anaknya, sementara Proyek asahan -III dilakukan atau kepentingan penguasa tobasa dan PLN dengan dukungan Dana millyar Rupiah ? Tuhanlah yang tahu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar